Apakah Bahasa Betawi Memang Kreol?

Singkatan yang dipakai pada artikel ini;

PM: proto Malayik


Betawi, tentu istilah ini sangat familiar bagi masyarakat Indonesia. Suku asli yang berkampung halaman di Jakarta dan sekitarnya ini menuturkan bahasa Betawi atau dikenal pula dengan istilah bahasa Melayu Jakarta.

Meski dikategorikan rumpun bahasa Melayu, namun bahasa Betawi tidak dianggap sebagai bahasa sejati oleh para ahli bahasa, melainkan bahasa kreol! benarkah demikian?

Apakah bahasa kreol itu? secara singkat, bahasa kreol adalah bahasa yang berbasis pada suatu bahasa induk, namun mengalami pencampuran dengan berbagai unsur bahasa-bahasa lain sehingga terdapat perbedaan pengucapan, tata bahasa, dan kata-kata yang cukup berbeda dari bahasa induknya. Selain pencampuran, bahasa kreol juga dicirikan dengan penyederhanaan, baik dari segi tata bahasa maupun pengucapan. Contoh bahasa kreol yang cukup terkenal di dunia adalah bahasa Jamaika yang adalah suatu kreol berbasis bahasa Inggris. Bahasa Jamaika tercampur unsur-unsur bahasa Afrika Barat serta tidak sesuai dengan tata bahasa dan pengucapan bahasa Inggris baku. Hal ini karena bahasa Jamaika berkembang secara alami di kalangan para budak yang dibawa ke sana dari Afrika Barat. Para budak tersebut tidak pernah belajar grammarspelling, atau pronunciation bahasa Inggris, melainkan mereka hanya mempelajari bahasa Inggris secara otodidak dari apa yang diucapkan oleh para tuan mereka.

Bahasa kreol juga dapat diartikan secara kasar sebagai bahasa yang “broken” dan kemudian diturunkan dari generasi ke generasi sehingga menjadi bahasa ibu. Contoh seperti bahasa Jamaika yang pada awalnya adalah suatu bentuk broken English, yang kemudian menjadi bahasa ibu bagi keturunan-keturunan para budak di sana.

Karena bahasa Betawi dikategorikan sebagai bahasa Melayu kreol oleh para ahli bahasa, maka kita dapat anggap bahwa bahasa Betawi adalah suatu bentuk broken Malay. Jika memang begitu, seberapa brokenkah bahasa Betawi ini bila dibandingkan bahasa Melayu lain yang dianggap bahasa sejati? Karena, kita tahu bahwa variasi bahasa Melayu lain seperti bahasa Banjar, Minangkabau, Jambi, Palembang, Pontianak, tidak dianggap kreol melainkan bahasa sejati meski mereka pada dasarnya juga punya kata-kata serapan.

Lalu apakah perbedaan bahasa sejati dan bahasa kreol? Jika hanya berdasarkan kata serapan, bukanlah semua bahasa di dunia ini telah saling serap menyerap kosa kata? pada tingkat pengaruh asing yang seberapakah suatu bahasa dapat dikatakan kreol?

Sebenarnya banyak bahasa Melayu kreol lain di Nusantara, seperti bahasa Melayu Manado, Melayu Maluku, Melayu Papua, dan lain-lain. Namun bahasa Betawi kami anggap sangat menarik untuk dibahas karena bahasa Betawi memiliki peranan penting dalam rekonstruksi bahasa proto Malayik.

Bahasa Betawi memang memiliki pengaruh bahasa asing yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan variasi Malalyik yang lain. Pengaruh ini meliputi kosa kata, pengucapan, dan tata bahasa.

 

1. Kosa Kata

 

Secara kosa kata, dalam bahasa Betawi bahkan kata-kata esensial Melayu seperti kata-kata ganti dan nomor telah digantikan dengan perkataan asing. Contoh kata aku digantikan dengan Hokkien gua/gue atau Arab ana/ane. Kata kau/engkau digantikan dengan Hokkien elo/lo/lu atau Arab anta/ente. Beberapa nomor juga telah digantikan dengan kosa kata Hokkien seperti ceban, gocap, gopek, dan sebagainya.

Selain bahasa asing non-Nusantara, bahasa Betawi juga sangat banyak menyerap kosa kata dari bahasa Nusantara non-Malayik seperti Jawa, Sunda, dan lain-lain. Beberapa perkataan tersebut diantaranya adalah kudu, omong, adem, dan sebagainya.

 

2. Pengucapan

 

Secara alami suatu bahasa manusia memang dapat mengalami perubahan pengucapan dan kami tidak menganggap bahwa perubahan pengucapan adalah bukti pendukung yang kuat untuk mengkategorikan suatu bahasa sebagai kreol. Namun, diakui memang perubahan bunyi yang terjadi pada bahasa Betawi cukup acak bila dibandingkan variasi bahasa Malayik yang lain. Contoh, bagaimana menjadi pegimanekan (kata penegas untuk pertanyaan) menjadi pan, dan sebagainya. perubahan kan menjadi pan menarik dalam bahasa Betawi karena kata kan untuk bertanya dalam bahasa Melayu sebenarnya adalah singkatan dari kata bukan. Namun dalam bahasa Betawi, bentuk pan ini hanya menggantikan bentuk kan namun tidak menggantikan bentuk bukan (bukan tidak berubah menjadi bupan).


Perubahan bunyi lain yang cukup acak dalam bahasa Betawi adalah perubahan bunyi ujung -ah dan -a dari PM menjadi -e. Bahasa-bahasa Malayik yang lain cenderung masih membedakan refleksi -ah dan -a ini meskipun telah mengalami pergeseran bunyi. Contoh, dalam bahasa Minang kata PM *sumpah tetap sumpah (bukan sumpo), *Rumah tetap rumah (bukan rumo). Kontras dengan PM *mata yang menjadi mato atau *lima yang menjadi limo. Terlihat bahwa PM -ah dan -a masih dibedakan dalam bahasa Minang. Pembedaan bunyi ini juga terjadi pada variasi Malayik yang lain, contoh dalam Melayu Riau untuk kata-kata tersebut adalah sumpah, rumah, mate, lime. Namun, dalam bahasa Betawi kedua bunyi akhir ini menyatu menjadi -e. 

Contoh *sumpah menjadi sumpe, *rumah menjadi rume, *mata menjadi mate, *lima menjadi lime, dan sebagainya. Perubahan bunyi -ah menjadi -e ini pun tidak terjadi  secara konsisten dalam bahasa Betawi. 

Contoh, sampah tatap sampah bukan sampesembah tetap sembah bukan sembe, dan beberapa kata lainnya.

Pengucapan dalam bahasa Betawi juga tampaknya telah banyak terpengaruh oleh fonologi Jawa. Salah satu kata yang mengalami pengaruh pengucapan ini adalah sana menjadi sono. Kata sana adalah asli Melayu. Di sisi lain, kata sono tidak ada dalam bahasa Jawa. Kata sana dalam bahasa Jawa adalah kono. Terlihat bahwa kata sono adalah perkataan Melayu sana yang diucapkan dengan fonologi Jawa.

Bentuk penyederhanaan ucapan diftong -ai (-ay) dan -au (-aw) dalam bahasa Melayu menjadi vokal tunggal -e dan -o juga terjadi dalam bahasa Betawi. Sebenarnya penyederhanaan seperti ini juga terjadi pada variasi Malayik lainnya seperti pada Melayu Jambi dan Palembang. Penyederhanaan ini boleh jadi akibat pengaruh dari fonologi Jawa.

 

3. Tata Bahasa

 

Kami tidak menemukan perbedaan tata bahasa yang cukup mencolok antara bahasa Betawi dan variasi bahasa Melayik lainnya. Artinya secara tata bahasa, bahasa Betawi masih menerapkan tata bahasa Malayik. Namun terdapat pemakaian kata "pada" dalam Betawi yang kemungkinan adalah pengaruh dari bahasa Jawa. Contoh pada kalimat;

Betawi: orang-orang di sini pade kagak tau.

bandingkan dengan;

Jawa: wong neng kene podo ora reti.

bandingkan dengan variasi Malayik yang lain

Minang: urang-urang di siko indak tau do.

Jambi: orang-orang di siko dak tau.

Tanjung Jabung: e-urang di sini tak tau.

terlihat variasi Malayik lainnya tidak memakai kata "pada" untuk penekanan jamak dan pemakaian kata ini hanya terlihat dalam bahasa Betawi dan Jawa.

 

Penyederhanaan tata bahasa juga terjadi dalam bahasa Betawi, yaitu hilangnya kata 'kami'. Dalam bahasa Melayu, 'kami' dan 'kita' adalah dua kata yang berbeda. Meskipun sama-sama kata ganti orang pertama jamak, namun 'kami' bersifat eksklusif (tidak termasuk lawan bicara) sedangkan 'kita' bersifat inklusif (termasuk lawan bicara). Dalam bahasa Betawi, 'kita' dipakai baik untuk percakapan yang bersifat inklusif maupun eksklusif.

 

Kesimpulan

Dari pembahasan di atas, kita dapat melihat bahwa bahasa Betawi memang mengalami pencampuran dari unsur-unsur bahasa non-Malayik lainnya dalam tingkat yang cukup tinggi dan mendasar, sehingga dapat dikatakan sebagai suatu bentuk Kreol. Namun begitu, bahasa Betawi sangat memainkan peranan penting dalam kajian bahasa Melayu, terutama bahasa proto Malayik yang akan kami bahas di postingan selanjutnya.

Terima kasih telah membaca. Hendaklah engkau sehat selalu.

 

Dikuasakan oleh Blogger.