Kata “dari” dan Keresahan Admin

 “Dari” sejauh ini tampaknya adalah tulen Melayu. Namun, dalam Bahasa Melayu Tengah (seperti Seraway) dan Kaur, dari adalah jaʔdi (kata yang berbeda dengan “jadi” dalam Bahasa Melayu yang berasal dari Sanskrit “jati”).

Inilah yang menjadi keresahan bagi Admin!

Berdasar pada peralihan bunyi, maka tampaknya dari adalah pinjaman dari Jawa, dan jadi adalah bentuk tulen Melayunya. Jika iya, maka berarti kata ini diturunkan dari proto Indonesia Barat *zadi. Namun, sebelumnya belum ada pembahasan mengenai ini.

Kami agak yakin jika bentuk asli Malayik kata dari adalah “jadi/jaʔdi” karena bahasa-bahasa Melayu Tengah dan sekitarnya memperlihatkan pengekalan fitur-fitur arkaik dari proto-Malayik.

Contoh

  1. Bahasa Seraway leher adalah liaχ (Arifin dkk, 1992), hasil refleksi dari proto Malayik *lihəɣ (Adelaar, 1992). Terlihat Saraway secara konsisten merefleksikan bunyi ə pada posisi kedua dari ujung proto Malayik ke bunyi a. Di sisi lain, bahasa Malayik lainnya merefleksikan bentuk yang lebih modern yaitu *lihiɣ (Melayu standar leher, Minang lihi, Melayu Timur lihɛʁ).
  2. Bahasa Ogan masih memiliki kata penguat nia, yang berarti sangat/benar/sekali (Ihsan dkk, 1981). Kata ini dapat dianggap sangat arkaik, karena kata ini telah bergeser menjadi nian dalam bahasa Melayu Jambi dan Bengkulu (nia+an) dan -nya dalam bahasa Melayu standar dan Johor-Riau.
  3. Bahasa Saraway merfleksikan bunyi -D dari proto Malayik ke -t, sedangkan Malayik lain ke -r. Contoh pada kata PMP *bayaD. Dalam bahasa Seraway adalah bayat (Arifin, dkk, 1992), sedangkan bahasa Malayik lain adalah bayar. Terlihat bahasa Melayu tengah “lebih Malayik” daripada bahasa Malayik yang lain. Hal ini karena bahasa Malayik merefleksikan bunyi -d dari PMP menjadi -t (contoh *lahud > laut). Bahasa Seraway konsisten merefleksikan -D juga sebagai -t. Namun agak membingungkan terkait fakta bahwa bahasa Malayik lain justru merefleksikan -D ke -r.

Ada dua kemungkinan untuk menjelaskan hal pada poin ketiga ini. Pertama refleksi *-D ke *-r kemungkinan adalah hasil dari serapan/pengaruh bahasa Jawa. Kemungkinan kedua yaitu karena pada tingkat proto Malayik bunyi *-D dan *-d masih dibedakan.

Dalam bahasa Jawa, bunyi *d dari PMP hampir pada semua posisi bergeser menjadi *r. Begitu pula bunyi *-D diakhir dari PMP bergeser jadi *r dalam bahasa Jawa (Blust dan Trussel, 2021).

Artikel tentang pergeseran -D ke -r akan kami bahas lebih lanjut di artikel berikutnya. Namun, yang jelas hal ini menunjukkan bahwa bahasa Seraway memperlihatkan refleksi fitur proto Malayik yang unik daripada bahasa Malayik lainnya.

Di sisi lain, kami belum pernah menjumpai kata “dari” dalam bahasa Jawa Kuno. Inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi kami, apakah benar “dari” adalah kata serapan dari bahasa Jawa?

Bentuk “ɟaʔdi” dalam bahasa Seraway sangatlah mengejutkan sekaligus menarik! Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah kata “dari” dalam mainstream malayik adalah tulen atau tidak?

Hampir semua bahasa Malayik yang terekspos oleh bahasa Melayu standar merefleksikan kata dari. Namun, ada refleksi unik dari bahasa Dayak Kendayan, yaitu umpat di.

Contoh kalimat dalam bahasa Kendayan

Aku labih suka pamakanan asali Indonesia saparti bubur pedas umpat di Pontianak.

(Aku lebih suka makanan asli Indonesia speerti bubur pedas dari Pontianak.)

Kembali ke kata jaʔdi dalam Seraway, tampaknya kata ini adalah gabungan dari dua kata, yaitu jaʔ dan di. Hal ini karena sangat jarang bunyi hentian tekak (ʔ) ada di tengah kata dalam bahasa Malayik, melainkan lazimnya berada di akhir kata. Hal ini menimbulkan dugaan bahwa jaʔ adalah bentuk bunyi ujung dari suatu kata yang ditambahkan dengan di selayaknya frasa umpat + di dalam Kendayan.

Jika memang iya, kami menduga bunyi jaʔ ini adalah singkatan dari kata sejak (səɟaʔ dalam pengucapan Seraway) yang adalah refleksi dari proto Malayik *sejek. Sehingga kata jaʔdi adalah bentuk singkatan dari sejaʔ + di. Penghilangan bunyi se di depan kata sangat umum terjadi dalam bahasa-bahasa Austronesia.

Arti dari cukup mirip dengan arti sejak di, dan cukup rasional jika kata dari berasal dari sejak di.

Contoh kalimat dalam bahasa Seraway;

Niniaʔ baliaʔ ɟaʔdi Jekerta.

(Nenek kembali dari Jakarta.)

Dari uraian di atas, maka kita dapat menarik beberapa poin;

Kata dari tidak universal pada semua bahasa Malayik (hanya terdapat pada bahasa Malayik yang terpapar dengan bahasa Melayu Standar/Johor-Riau). Maka, kata dari belum ada pada tingkat proto Malayik (kata umum seharusnya terefleksi ke semua keturunan bahasa)

Kata dari tidak ditemukan dalam bahasa Jawa, bahkan bahasa Jawa kuno. Maka dari tidak dapat dikatakan berasal dari bahasa Jawa.

Bentuk unik untuk kata dari dari bahasa Malayik lainnya yaitu Serawai ɟaʔdi dan Kendayan umpat di. Terlihat keduanya memperlihatkan pemakaian di.

ɟaʔdi dalam Serawai tampaknya adalah bentuk singkatan dari sejak + di.

Dari poin-poin di atas, kelihatannya dari adalah tulen Melayu. Namun, bentuk awal dari kata ini adalah ɟaʔdi yang berasal dari frasa sejak di.

Frasa sejak di sangat masuk akal dipakai untuk menggantikan kata dari pada beberapa kasus dalam bahasa Melayu modern. Contoh;

ia pergi dari sana. (menyatakan posisi kepergiannya berada/bermula di sana)

bandingkan dengan!

ia pergi sejak di sana. (menyatakan posisi kepergiannya berada/bermula di sana)

sehingga, kami berpendapat evolusi kata dari adalah sebagai berikut:

*sejek di > *sejaʔ di > jaʔdi > dari

Meskipun perubahan jaʔdi ke dari tampak sangat aneh, namun hal ini dapat terjadi akibat perubahan bunyi tak tentu dan merupakan kasus yang unik.

Karena itu, dalam Cakep, untuk saat ini dari dieja sebagai jekdi.

Terima kasih telah membaca, hendaklah engkau sehat selalu. 🌺

Referensi

Adelaar, K. A. 1992. Proto Malayic: The Reconstruction of Its Phonology and Parts of Its Lexicon and Morphology. The Austronesian National University: Canberra.

Arifin, S. S., Aliana, Z. A., Mairu, T., Gaffar, Z. A., dan Kusmiarti. 1992. Morfologi dan Sintaksis Bahasa Serawai. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Blust, R. dan Trussel, S. Austronesian Comparative Dictionary. https://www.trussel2.com/acd/ (diakaes 14 Jan 2021).

Ihsan, D., Ahmad, M., Silahiddin, S., dan Gani, Z. A. 1981. Bahasa Ogan. Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan: Jakarta.

Tiada ulasan:

Dikuasakan oleh Blogger.