Apa Arti Kata "Marsi" dalam Prasasti Telaga Batu?

Prasasti Telaga Batu, berisi teks berbahasa Melayu tua. Salah satu kata yang masih diragukan kebenaran translasinya adalah kata atau frasa “marsi haji”. Usaha penerjemahan pertama kali dibuat oleh De Casparis (1950). Ia menerjemahkan “marsihaji” sebagai "tukang cuci kerajaan". Ia berpendapat terjemahan “marsihaji” ke bahasa Melayu modern adalah “bersih haji”.


Hasil terjemahan ini lalu dipercayai kebenarannya. Bahkan, terjemahan ini yang diajarkan di buku-buku sejarah di Indonesia. Namun, ada yang janggal dengan terjemahan ini.


Pertama awalan ‘mar-‘ dalam Melayu tua sesuai dengn Melayu standar ‘ber-‘. Ini hanya berlaku pada awalan kata, tidak pada kata dasar. Bunyi ‘ber’ pada kata ‘bersih’ bukan awalan, namun bagian dari kata dasar itu. Sehingga seharusnya bentuk Melayu tuanya bukan ‘marsi‘ melainkan ‘varsih‘. Kedua, ketiadaan huruf ‘h’. Huruf ‘h’ pada posisi akhir (dalam Pallawa simbolnya sepertik titik dua : ) tak ada dalam kata ‘marsi’. Huruf  'h' dalam Melayu tua adalah bunyi yang ada sesuai dengan Melayu modern, misalnya dalam kata ‘sumpah’, atau ‘vunuh’. Sehingga, terjemahan ‘marsi’ ke ‘bersih’ patut diragukan.


De Casparis (1950) sendiri mengakui bahwa terjemahan ‘marsi’ ke ‘bersih’ olehnya bersifat terkaan.


Dari segi kalimat, jika ‘marsihaji’ diterjemahkan ‘tukang cuci raja’ pun tak sesuai, karena yang disebutkan pada kutipan paragraf itu adalah orang-orang yang berhubungan dengan pemerintahan.


“kāyastha, sthāpaka, puhāvam, vaniyāga, pratisara, kamu marsī hāji, hulun hāji, wanyakmamu urang...”

"juru tulis, arsitek, nakhoda, saudagar, kapten, kalian tukang cuci raja, hamba raja, sebanyak kalian orang..."


Adelaar (1992) berpendapat bahwa kata ‘marsi’ di situ sebenarnya sesuai dengan awalan “bersi” dalam Bahasa Melayu modern.

Contoh:

Bersitegang: saling bertegang

Bersikukuh: saling berkukuh

Bersikeras: saling berkeras


Dengan begitu, maka kata 'marsihaji' dapat diterjemahkan ke Bahasa Melayu modern menjadi 'bersihaji', yaitu ‘saling berhaji’ (saling memperlakuan sebagai haji/raja). Sehingga arti dari kutipan paragraf tersebut adalah:


“kāyastha, sthāpaka, puhāvam, vaniyāga, pratisara, kamu marsī hāji, hulun hāji, wanyakmamu urang...”

"juru tulis, arsitek, nakhoda, saudagar, kapten, kalian bersihaji (yang saling memperhaji), hamba haji, sebanyak kalian orang..."


Menurut Cakep, yang lebih sesuai adalah hasil terjemahan Adelaar (1992) ini. Menurut kalian mana yang lebih sesuai?


Referensi

Adelaar, K. A. (1992). The relevance of Salako for Proto-Malayic and for Old Malay epigraphy In: Bijdragen tot de Taal (Issue 4).

Casparis, J.C. de, 1950, Prasasti Indonesia I, Bandung: Nix.

Tiada ulasan:

Dikuasakan oleh Blogger.